Untuk
topik saat ini akan membahas mengenai polemik pada siswa saat diberikan PR.
"Apakah masih efektif jika seorang siswa diberikan pekerjaan rumah dalam
kegiatan belajar ?"
Simak
penjelasan berikut yah sobat....
Emang
yah sobat..
Tanggung jawab seorang guru itu untuk memberikan pendidikan dan
pengajaran bagi siswa memang sudah menjadi hal yang mutlak dan wajib. Sayangnya,
sekarang-sekarang ini guru makin banyak kesibukan di bidang administrasi. Mulai
dari membuat RPP hingga mengikuti pelatihan. Oleh karena itu sering terjadi jam
kosong saat pelajaran.
Yaa
kalau ngebahas jam kosong saat pelajaran, pastinya Sobat happy banget deh..
Bukan begitu kan !!! π
Bicara
jam kosong, emang masih bisa dibantu oleh guru piket. Tinggal memberikan tugas
mengerjakan LKS selesai.
“Kalau ini mah
masih mending !”.
Gimana
dengan halnya kesibukan seorang guru sampai menyita waktunya dan lupa
dengan memberikan PR (Pekerjaan Rumah)
bagi siswa.
Emmm,
Apa yang kan terjadi yaa ?
Memangnya
masih boleh memberikan PR kepada siswa ?
Bahwa
di tahun 2016 saja, Contohnya Kota Purwakarta
sudah menerapkan penggantian Pekerjaan
Rumah menjadi Pemberian Tugas
Kreatif Produktif bagi siswa. Lebih lanjut hal ini pernah dikutip dari detik.com.
Contoh
lagi pada Kota Blitar tahun 2018
sudah menerapkan kebijakan lima hari sekolah dan penguatan pendidikan karakter.
Sebenarnya
hal ini hanya bersifat himbauan, jadi sifatnya nggak wajib, hanya saran yang
sebaiknya dilakukan. Memang, para guru pun memiliki tanggapan yang cukup kuat
jika masih memberikan PR kepada siswa. Alasannya,
supaya siswa tidak membuang-buang waktu yang dimiki. Dikhawatirkan jika tidak
diberikan PR, siswa malah melakukan kegiatan yang dikatakan sia-sia.
Sobat
Pintar pasti tahu kan gimana perkembangan anak didik zaman sekarang ini.
Kumpu-kumpul hingga larut malam yang pada ujungnya bisa terindikasi ke arah
penyimpangan sosial.
Terus
Gimana soal pemberian PR yang bisa bikin siswa stress bahkan Sakit Kepala itu?
BACA JUGA :
Menurut
penelitan Cheung dan Leung-Ngai (1992) yang menyurvei 1983 siswa di Hong Kong,
dan menemukan bahwa PR menyebabkan tidak hanya menambah stress dan kecemasan,
tetapi juga gejala gangguan fisik seperti sakit kepala dan sakit perut.
Hal
tersebut memang nggak benar mutlak yaa Bapak/Ibu Guru. Namun kalau anak-anak
sekarang, misalnya, diberikan PR untuk hari ini kemudian keesokan harinya
dikumpulkan. “Kira-kira apa reaksi
siswa?” Pasti ada macem-macem, dimulai ada yang diam sampai menggerutu..
soal ada PR.
Pembahasan
kali ini bukan bermaksud menyalahkan guru saat memberikan PR kepada siswa.
Namun seharusnya pemberian PR ini bisa menjadi hal positif bahkan memicu
semangat belajar dari siswa. Gurupun nggak boleh berjuang sendiri untuk
menghadapi hal ini. Maka Orang tua siswa pun turut ambil andil dalam hal ini.
Sebab
menurut Psikolog Pendidikan, Bondhan
Kresna Wijaya, kebijakan meniadakan PR untuk memberikan kesempatan pada
anak untuk bersosialisasi dilingkungan rumah patut dipertanyakan. Hal ini
dikarenakan banyak anak-anak yang punya interaksi tinggi dengan gadget.
Sebenarnya
bisa saja pemberian PR kepada siswa, malahan nggak ada alasan hal itu artinya
membatasi siswa bersosialisasi dengan lingkungan. Cara nya simple aja deh.. Misalnya Bapak/ibu guru hanya tinggal
meminta siswa melakukan observasi atau praktikum dengan terjun langsung
kelapangan. Contohnya, meminta siswa
untuk mengamati kegiatan tawar-menawar dipasar atau kegiatan lainnya.
Simple
kan Sobat π
Pemberian PR kepada siswa dinilai efektif jika PR tersebut bisa
menanamkan nilai-niai yang bisa diterapkan dilingkungannya.
Semoga
bermanfaat informasinya.
BILA SOBAT INGIN MELIHAT DALAM BENTUK ANIMASI VIDEO, BISA CEK LINK BERIKUT YA :
Atau bisa klik dilink berikut ini ya : https://youtu.be/nt3qNM5CzsE
Comments
Post a Comment